Minggu, 18 Februari 2024

Koran digital

https://www.assaadah-wahidhasyim.com/p/pendaftaran-santri-baru.html?m=1

Assalamualaikum Warahmanullahi Wabarakatuh
https://www.youtube.com/watch?v=-KXzvOp7J8s

*Pondok Pesantren Assaadah Depok* menerima Pendaftaran Santri Baru TP 2024/2025
Ketentuan pendaftaran dan brosur dapat di website 
Isi Formulir Pendaftaran dan konfirmasikan Via WA ke :
1, Untuk tingkat Mts ke : 0858-1019-6923
2. Untuk tingkat  MA 0813-8605-0938

Pembayaran Formulir Pendaftaran dan biaya Test masuk : Rp. 300.000
Transfer ke BANK MEGA SYARIAH No. rek : 1000150844
atas nama Yayasan Pendidikan Wahid Hasyim Annahdliyah
Terima Kasih
Continue reading Koran digital

Rabu, 01 November 2023

PONDOK PESANTREN

Lembaga pendidikan tempat santri menimba ilmu. Lembaga ini merupakan pilar utama NU. Kebanyakan pesantren berafiliasi dengan NU atau mempunyai pandangan keagamaan yang dekat dengannya. Di Aceh, pesantren disebut dengan nama dayah.Di dalam pesantren terdapat lima elemen pokok, yaitu pondok, masjid (surau), santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik (Kitab Kuning), dan keberadaan kiai. Pondok adalah asrama tempat para santri menginap sehari-hari di sekitar rumah kiai. Masjid, surau, atau mushola adalah tempat ibadah dan pengajaran yang menjadi awal mula berkembangnya suatu pesantren. Sementara kitab klasik merupakan sumber pengetahuan khas pesantren yang diajarkan oleh kiai sebagai pemimpin sekaligus pemilik pondok pesantren. Pengajaran kitab klasik adalah elemen dasar dari keberadaan pesantren.Para santri belajar kepada kiai melaiui jenjang yang bertingkat-tingkat. Mulai dari belajar kitab kecil (mabshutat) yang berisi teks pengantar sederhana hingga kitab sedang (mutawashitat). Kitab klasik yang dipelajari di pesantren secara umum adalah kitab-kitab klasik dalam kategori mazhab fiqih. tasawuf, kalam, tafsir, hadits dan Iain-Iain, ditambah dengan ilmu alat atau tata bahasa Arab dalam bentuk kitab utama (matan), komentar (syarah), komentar atas komentar (hasyiah), terjemahan, dan ringkasannya.
Warga pesantren adalah kiai (tuan guru, ajengan, atau sebutan lain) yang menjadi pengasuh, para guru, dan para santri. Secara kelembagaan umumnya pesantren memiliki kepengurusan yang sederhana, yakni kiai sebagai pemegang kepemimpinan dan lurah pondok sebagai wakilnya. Di dalam pesantren, seorang kiai merupakan puncak hierarki kekuasaan. Penghormatan kepada kiai dari para santri tidak hanya dilakukan ketika santri mondok di pesantren, tapi dilakukan seumur hidup. Selain oleh kiai, pengajaran di pesantren juga diiakukan oleh santri senior. Pengajaran oleh santri senior ini mempunyai dua fungsi, yakni sebagai latihan penumbuhan kemampuannya untuk menjadi kiai di kemudian hari, dan sebagai pembantu kiai dalam mendidik para santri.Proses penciptaan tata nilai yang dilakukan pesantren meliputi dua hal utama, yaitu peniruan dan pengekangan. Peniruan adalah usaha yang dilaksanakan terus-menerus secara sadar untuk memindahkan pola kehidupan para sahabat Nabi Muhammad saw. dan para ulama salaf ke dalam praktik kehidupan di pesantren. Sementara pengekangan adalah laku disiplin sosial yang ketat di pesantren, misalnya kesetiaan pada kiai.Hal-hal tersebut merupakan kultur yang secara unik dimiliki oleh pesantren yang membedakannya dengan kultur di luar dirinya. Karena keunikannya itu, pesantren juga sering disebut sebagai sebuah subkultur. Secara sosiologis, subkultur minimal harus memiliki keunikan sendiri dalam aspek-aspek cara hidup yang dianut, pandangan hidup dan tata nilai yang diikuti, serta hierarki kekuasaan intern tersendiri. Ketiga hal tersebut dimiliki oleh pesantren. Pesantren juga merupakan subkultur yang dapat diartikan sebagai sebuah kultur yang relatif lebih kuat daripada masyarakat sekitarnya, ini dapat dilihat dari kemampuan pesantren untuk melakukan transformasi total dalam sikap hidup masyarakat sekitarnya, tanpa ia sendiri harus mengorbankan identitas dirinya.Sebelum kemunculan pesantren, pengajaran agama dalam masyarakat dilakukan dengan belajar di surau atau di rumah-rumah milik orang yang dianggap mempunyai keahlian agama. Prof. Djoko Suryo menyebutkan, pengajian para wali di Jawa (atau yang secara Iegendaris dikenal dengan sebutan Wali Songo) adalah cikal bakal pesantren. Jika mengacu pada sumber-sumber Babad, tradisi belajar Kitab Kuning sudah ada sejak masa para wali di zaman Kerajaan Demak. Para wali seperti Sunan Giri, Sunan Tuban, Sunan Muria, dan lain-lain mendirikan komunitas belajar di tempatnya masing-masing.Menurut Martin van Bruinessen, pendidikan agama dalam bentuk lembaga pesantren adalah sesuatu yang baru. Dokumen paling awal yang menyebut sekolah keagamaan pesantren adalah dokumen VOC pada tahun 1718 yang bersandar pada kabar mengenai pendirian “sekolah latihan untuk keagamaan” di dekat Surabaya. Pesantren tertua yang masih ada, di Desa Tegalsari dekat Ponorogo, Jawa Timur, didirikan pada akhir abad delapan belas, yakni pada tahun 1742. Sebelum abad sembilan belas, pesantren-pesantren tua dan terkemuka yang kini masih ada belum didirikan. Para pendiri pesantren besar yang didirikan di awal abad ke-19 dan masih ada hingga kini umumnya adalah mereka yang belajar bertahun-tahun di Mekah atau Kairo.Sehingga pesantren-pesantren yang didirikan umumnya juga mengacu pada sistem pengajaran di tanah Arab seperti Masjidil haram dan al-Azhar Kairo. Pada abad ke-19, lembaga pesantren berkembang sangat pesat. Catatan statistik kolonial yang dikutip M.C. Ricklefs mencatat sekitar 94.000 santri belajar di pesantren-pesantren Jawa pada 1863. Pada tahun 1872 meningkat menjadi lebih dari 162.000 santri. Pada tahun 1893 di Jawa dan Madura tercatat lebih dari 272.000 santri belajar di pesantren-pesantren.Aspek yang sangat penting dalam tradisi pesantren adalah penekanan pada pengajaran pengetahuan secara lisan, bahkan ketika mempelajari teks tertulis. Dalam model pembelajarannya, para santri belajar kitab spesifik dengan guru yang spesifik pula, dan setelah menyelesaikan kitab tersebut ia bisa pindah ke guru lain, di pesantren lain, untuk mempelajari kitab yang lain pula. Metode ini dikenal dengan istilah sorogan. Para santri juga bisa duduk bersama di hadapan kiai yang membacakan kitab dan menirukan bacaan pada kitab yang mereka pegang sendiri. Cara ini sering disebut dengan lstilah bandongan. Pada perkembangannya model pengajaran kitab juga dilakukan secara klasikal (kelas).Perkembangan lanjut dari pesantren adalah lahirnya madrasah, yakni sekolah-sekolah keagamaan yang mempunyai kelas-kelas berjenjang dan kurikulum standar yang kebanyakan merupakan pelajaran umum. Sejumlah pesantren mengadopsi sistem madrasah sambil tetap mempertahankan sistem pengajaran tradisional.Sementara sejumlah pesantren lainnya mempertahankan model lama yang hanya mengajarkan kitab-kitab klasik karya ulama-ulama Abad Pertengahan, yang dikenal dengan lstilah “salafiyah”. Pesantren yang mempertahankan sistem pengajaran salafiyah ini disebut sebagai pondok pesantren salaf. lstilah salaf mengacu pada as-salaf ash-shalih, “para pendahulu yang saleh”, yakni tradisi ulama-ulama besar di masa lalu.Dewasa ini banyak pesantren mengajarkan kurikulum pemerintah yang terdiri dari 70 persen pelajaran ilmu umum dan 30 persen pelajaran ilmu agama. Bedanya dengan madrasah negeri adalah bahwa biasanya murid atau santri madrasah di pesantren juga tinggal di pondok atau asrama dan tetap belajar kitab-kitab klasik selain kurikulum madrasah dari pemerintah. Dengan kurikulum yang sudah distandardisasi ini, lulusan madrasah bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang Iebih tinggi pada Sekolah Tinggi Agama atau IAIN. Selain itu, sejumlah pesantren menawarkan tingkat yang Iebih tinggi yang disebut dengan muallim yakni “pelatihan keguruan” atau Ma'had ‘Ali, yang setingkat universitas.


Download NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap!
https://nu.or.id/superapp (Android & iOS)
Continue reading PONDOK PESANTREN

Kamis, 05 Januari 2023

Pejuang Aswaja dari Betawi

KH Abdurrahman Nawi , Pejuang Aswaja dari Betawi 


Di samping berkiprah di NU, KH Abdurrahman Nawi mengasuh banyak majelis taklim di wilayah Jakarta dan sekitarnya. KH Abdurrahman Nawi merupakan salah satu ulama karismatik Betawi yang terkenal kealimannya di bidang Nahwu. Ia pernah menjadi Wakil Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta tahun 1992-1996. Lahir di Tebet Melayu Besar, Jakarta Barat, 27 Rabiul Awwal 1339 atau 8 Desember 1920. Ayahnya bernama H. Nawi bin Su’id dan ibunya bernama ‘Ainin binti Rudin, keduanya dikenal sebagai pedagang nasi ulam di warung Pedok. 

Bagi Abdurrahman, kedua orang tuanya merupakan figur terpenting, karena telah mendidiknya untuk taat beragama dan cinta kepada ulama.   Sanad Keilmuan Sejak kecil, Abdurrahman sudah gemar mengaji dengan hadir di tempat-tempat taklim sekitar rumahnya. Mula-mula, ia belajar membaca Al-Quran, dasar-dasar aqidah, dan praktik ibadah kepada Muallim Ghazali dan Muallim Syarbini. 

Memasuki usia remaja, Abdurrahman melanjutkan pengembaraan ilmunya kepada banyak kiai dan habib. Di Bukit Duri, ia belajar kepada KH Muhammad Yunus (Muallim Yunus), KH Basri Hamdani, KH Muhammad Ramli, dan Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf. Di antara guru-gurunya yang lain: KH Muhammad Zain bin Said, Kebon Kelapa, Tebet; KH M. Arsyad bin Musthofa, Gg. Pedati, Jatinegara; KH Mahmud, Pancoran; KH Musannif, Menteng Atas; KH Ahmad Djunaedi, Pedurenan; KH Abdullah Husein, Kebon Baru, Tebet; KH Abdullah Syafi’i, Bali Matraman; Habib Husein al-Haddad dan KH Abdurrahman Tua, Kampung Melayu. 

Tidak puas dengan ilmu yang dimilikinya, ia pun melanjutkan mengaji kepada: KH Hasbiallah, Klender; KH Muallim, Cipete; KH Khalid, Pulo Gadung; Habib Ali Jamalullail dan Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, Kwitang; Habib Abdullah bin Salim al-Attas, Kebon Nanas; Habib Muhammad bin Ahmad al-Haddad, Kramat Jati; Habib Ali bin Husein al-Attas, Condet; Habib Salim bin Jindan; Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas, Empang Bogor; KH Ahmad Marzuki bin Mirshod (Guru Marzuki), Muara; Ustaz Abdullah Arifin, Pekojan; dan KH Ali Yafie.   

Menginjak usia sekitar 18 tahun, Abdurrahman menikah dengan Hasanah binti H. Hasbi. Meskipun menikah di usia muda, tidak meluluhkan semangatnya untuk terus mengaji. Demi mengurus kebutuhan nafkah, ia kemudian berdagang, sehingga hal tersebut menjadi rutinitas kehidupannya kala itu, yakni mengaji dan berdagang.   

Selama kurang lebih 25 tahun, ia habiskan waktu untuk mengembara ilmu kepada guru-guru yang ada di tanah Betawi. Meski hanya mengandalkan pendidikan non formal dengan sistem ngaji kalong yakni pengajian pulang pergi, tanpa pesantren, namun berkat ketekunannya, Abdurrahman Nawi sudah memiliki hasil yang bisa dikatakan melebihi seorang santri yang belajar di pesantren.   Suatu ketika, di hadapan ulama besar Kiai Abdurrahman Tua, Kampung Melayu, Abdurrahman Nawi mengikuti semacam ujian terbuka diikuti oleh sekitar 30-an peserta dari beberapa kampung di Jakarta dan sekitarnya. Kiai memanggil satu persatu peserta, kemudian dibukakan kitab tertentu dan disuruhnya membaca. Setelah itu dibukakan lagi kitab yang lain dan disuruhnya membaca, sampai beberapa kali. Setelah selesai, Kiai Abdurrahman Tua mengumumkan, hanya ada dua peserta yang dinyatakan lulus, yaitu Abdurrahman Nawi, Tebet, dan Turmudzi, Bukit Duri. Dari sini Abdurrahman Nawi merasa memperoleh pengakuan atas penguasaan ilmu yang ia pelajari.   

KH Abdurrahman Nawi memulai dakwahnya pada tahun 1962, dengan membuka pengajian di rumahnya, Jalan Tebet Barat VI H. Pengajian ini diberi nama As-Salafiah dengan harapan para jamaah dapat mengikuti jejak salafus salih (orang-orang terdahulu yang salih). Pengajian atau majlis taklim yang telah dibuka kian terus berkembang hingga pada tahun 1976, ia telah mampu membuka cabang-cabangnya di berbagai tempat, baik itu di musala atau di masjid yang mendapat dukungan dari kalangan masyarakat luas, ulama, dan umum. 

Kedekatan KH Abdurrahman Nawi dan Habib Munzir   Pada tahun 1976, KH Abdurrahman Nawi mengajak jamaah majlis taklim dan kenalan dekatnya untuk membangun gedung sekolah permanen dua tingkat di atas tanah milik pribadinya yang berlokasi di Jalan Tebet Barat VI H, Jakarta Selatan dengan luas tanah seluas 300 meter persegi ditambah dengan kavling mushala yang merupakan wakaf dari almarhum orang tuanya. Akhirnya pada tahun 1979, tepatnya pada hari minggu diresmikanlah bangunan itu oleh KH Idham Chalid. Peresmian tersebut sekaligus dengan peresmian pergantian nama dari As-Salafiah menjadi Al-Awwabin.   Dikarenakan kapasitas gedung tidak memadai santri yang melimpah, akhirnya KH Abdurrahman Nawi berinisiatif mencari lokasi lain untuk membangun pondok pesantren dengan tanah yang cukup luas. 

Singkat cerita, pada pertengahan tahun 1982/83 dimulai peletakan batu pertama pembangunan pondok pesantren Al-Awwabin yang berlokasi di Pancoran Mas, Depok. Berselang tahun kemudian, pada 1989, pesantren putri Al-Awwabin cabang II yang berlokasi di Desa Perigi Bedahan, Depok, mulai dibangun. Sejak saat itu, kepiawaian dakwah KH Abdurrahman Nawi semakin disegani oleh masyarakat Depok.   Kiai yang akrab dipanggil Abuya ini terkenal memiliki kedalaman ilmu di bidang gramatika Arab, khususnya ilmu Nahwu. Dikarenakan, setiap kali pengajian yang dipimpin olehnya, tidak pernah sunyi dari diskusi seputar nahwu. Bahkan, ia pernah dijuluki sebagai Syibawaih fi Zamanih atau Imam Syibawaih di masanya. Menurut salah seorang muridnya yang bernama KH Ubaidillah Hamdan, ketika KH Abdurrahman Nawi datang mengajar di Masjid As-Syafi’iyah, di antara ulama yang ikut mengaji pernah memanggilnya dengan sebutan “ja’a Syibawaih,” telah datang Syibawaih, sehingga hal tersebut menunjukkan ekspresi kekaguman jamaah terhadap dirinya. 

Karya dan Kiprah di NU Di bidang dakwah dan organisasi, KH Abdurrahman Nawi banyak mengasuh beberapa majelis taklim di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Pada 1971-1978, ia pernah menjabat sebagai kordinator dakwah majelis taklim pusat umat Islam Attahiriyah. Pada 1982-2010, ia kerap mengisi taklim Angkasa di Radio As-Syafi’iyah. Selain itu, sejak tahun 1984, ia sudah menjadi salah satu khatib di masjid Baiturrahim Istana Negara. Pada tahun 2000-an, ia pernah membentuk organisasi bernama Persatuan Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah Asatidz dan Da’i Islam Indonesia (PUAADI) bersama Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf, Habib Husein bin Ali al-Attas, dan KH Zainuddin MZ.   Khusus di NU, sejak tahun 1989, KH Abdurrahman Nawi menjadi guru tetap pada pengajian bulanan di PBNU, Jl. Kramat Raya Jakarta. Ia juga mengikuti Muktamar NU di Surabaya [1971] dan di Semarang [1979]. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) PBNU No. 208/A.II. 04. d/XI/1992 yang dikeluarkan PBNU pada 11 Jumadil Awal 1413 H bertepatan dengan 6 November 1992, ia ditetapkan sebagai Wakil Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta tahun 1992-1996. 

Bahkan pada kerusuhan Mei 1998, ia bersama KH Ali Yafie dan tokoh NU lainnya menghadiri Istana Negara sebagai salah satu tokoh yang menghendaki agar Presiden Soeharto mundur dari jabatan kepresidenan.   Tercatat ada 12 buah kitab yang telah ditulis KH Abdurrahman Nawi dan diterbitkan dalam bahasa Arab Pegon/Melayu, yaitu Ilmu Nahwu Melayu, tentang ilmu nahwu; Sullam al-Ibad, tentang aqidah (tauhid); Tujuh Kaifiyat, tuntunan shalat-shalat sunnah; Tiga Kaifiyat, tuntunan shalat khusuf dan lain-lain; Mutiara Ramadhan, tuntunan puasa dan ibadah Ramadhan; Pedoman Ziarah Kubur; Fadhilah Puasa Haji dan Ahkam al-Udhiyah, tentang pedoman penyembelihan qurban; Pelajaran Ilmu Tajwid; Risalah Tahajjud, tuntunan shalat tahajud; Misykah al-Anwar fi Haflati an-Nabi al-Mukhtar, tentang dalil kebolehan maulid; Al-Qaul al-Hatsis, terjemah Tanqih al-Qaul; dan Manasik al-Haj wa al-Umrah, tentang pedoman manasik haji.   

KH Abdurrahman Nawi wafat pada hari Senin, 21 Rabiul Awwal 1441 H atau 18 November 2021 M di Pondok Pesantren Al-Awwabin, Pancoran Mas, Depok, selepas mendapati rawat inap di Rumah Sakit Bhakti Yudha, Depok. Pada saat itu, Abuya Nawi yang sudah dalam kondisi kritis, meminta anak-anaknya untuk segera membawa dirinya pulang. Tidak lama setelah sampai di pesantren tercinta, Abuya mengembuskan napas terakhir sekitar pukul 13.35 WIB disaksikan oleh keluarga serta para murid. Keesokan harinya, ia dimakamkan di Pesantren Al-Awwabin Putri, Perigi Bedahan, Depok.  

Kontributor NU Online : Ahmad Rifaldi Editor: Mahbib Khoiron

Sumber: https://www.nu.or.id/tokoh/kh-abdurrahman-nawi-pejuang-aswaja-dari-betawi-UKZ4B

Continue reading Pejuang Aswaja dari Betawi

Selasa, 27 September 2022

Senin, 28 Maret 2022

Tausiyah Ramadhan

Jangan Sia-siakan Puasa Anda

Alhamdulillah shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Saudaraku! mungkin anda pernah merasakan betapa panasnya ketika kaki anda menginjak puntung rokok! Kaki anda melepuh bukan? Atau mungkin anda pernah merasakan panasnya api dunia, sehingga sebagian dari tubuh anda mengalami luka bakar! Coba kembali anda mengingat-ingat perasaan anda kala itu. Pedih, panas dan duka menyelimuti hati anda, bukan?

Tahukah anda, bahwa panas api yang pernah anda rasakan itu terlalu kecil dan ringan bila dibanding api neraka.

نَارُكُمْ هَذِهِ الَّتِى يُوقِدُ ابْنُ آدَمَ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِينَ جُزْءًا مِنْ حَرِّ جَهَنَّمَ. قَالُوا: وَاللَّهِ إِنْ كَانَتْ لَكَافِيَةً يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: فَإِنَّهَا فُضِّلَتْ عَلَيْهَا بِتِسْعَةٍ وَسِتِّينَ جُزْءًا كُلُّهَا مِثْلُ حَرِّهَا . متفق عليه

“Api kalian ini yang biasa digunakan oleh manusia untuk membakar hanyalah satu bagian dari tujuh puluh bagian (1/70) panasnya neraka Jahannam.” Spontan para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, sungguh demi Allah, api kita ini sudah cukup untuk menyiksa para pelaku kemaksiatan, (mengapa harus dilipat gandakan)?” Beliau menjawab: “(tidak) sesungguhnya panasnya api neraka lebih panas dibanding panas api di dunia ini sebanyak enam puluh sembilah kali.” (Muttafaqun ‘alaih)

Coba ingat kembali panas api yang pernah membakar kulit anda. Selanjutnya bayangkan, panas yang telah teringat kembali di benak anda itu ternyata dilipat gandakan sebanyak 70 kali, kira-kira rasanya seperti apa?

Menurut hemat anda, akan menjadi apa kulit dan tubuh anda bila terbakar dengan api yang begitu panasnya? Bagaimana rasanya kulit anda bila terkena sengatan api yang panasnya telah dilipatgandakan sebanyak 70 kali lipat?

Coba anda kembali membayangkan, andai sekujur tubuh anda terbakar dengan api yang panasnya berlipat ganda tersebut? Mungkinkah anda mampu bertahan hidup setelah sekujur tubuh anda mengalami luka bakar tersebut?

Anda penasaran ingin mengetahui apa yang akan terjadi pada kulit dan diri anda bila sampai merasakannya?

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُواْ الْعَذَابَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا. النساء 56

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An Nisa’: 56)

Anda tidak kuasa menahannya? Anda tidak ingin api itu menimpa tubuh anda? Anda bercita-cita untuk tidak turut mencicipi api yang demikian panas?

Sekarang ini adalah saatnya anda mewujudkan cita-cita itu. Bebaskan diri anda dari sengatan api neraka yang luar biasa panasnya.

Anda menjadi penasaran ingin tahu bagaimana caranya membebaskan diri anda dari sengatan api neraka? Mudah saudaraku!

Jagalah puasa anda dari segala hal yang dapat merusak atau mengurangi pahalanya. Dengannya, anda termasuk salah satu dari orang-orang yang dimaksudkan dari hadits ini:

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا. متفق عليه

“Barang siapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, niscaya Allah akan menjauhkan dirinya dari api neraka sejauh perjalanan 70 tahun.” (Muttafaqun ‘alaih)

Saudaraku! Betapa besar penyesalan yang anda alami bila semasa hidup di dunia senantiasa berpuasa, menahan lapar, haus, dan lelah, akan tetapi puasa anda tidak diterima Allah. Akibatnya, andapun tidak terjauhkan dari api neraka.

Apa penyebabnya? Temukanlah jawabannya pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ. رواه البخاري

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, niscaya Allah tidak akan menerima amalannya (yanga hanya berupa) meninggalkan makanan dan minuman semata.” (Riwayat Bukhari)

Pada riwayat lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ ، مَرَّتَيْنِ. رواه البخاري

“Puasa adalah perisai, maka orang yang sedang berpuasa hendaknya tidak berkata-kata keji dan berperilaku layaknya orang-orang bodoh (semisal berteriak-teriak -pen). Dan bila ada seseorang yang memerangi atau mencacinya, hendaknya ia membela diri dengan berkata: “Sesungguhnya aku sedang berpuasa, 2 kali.” (Riwayat Bukhari)

وَقَالَ اِبْن الْعَرَبِيّ : إِنَّمَا كَانَ الصَّوْم جُنَّة مِنْ النَّار لِأَنَّهُ إِمْسَاك عَنْ الشَّهَوَات ، وَالنَّار مَحْفُوفَة بِالشَّهَوَاتِ . فَالْحَاصِل أَنَّهُ إِذَا كَفّ نَفْسه عَنْ الشَّهَوَات فِي الدُّنْيَا كَانَ ذَلِكَ سَاتِرًا لَهُ مِنْ النَّار فِي الْآخِرَة

Ibnul Araby Al Maliky berkata: “Sesungguhnya puasa itu berperan sebagai perisai dari siksa api neraka, karena hakikat puasa ialah menahan diri dari seruan syahwat. Sedangkan neraka diselimuti oleh seruan-seruan syahwat. Dengan demikian bila anda berhasil menahan diri dari godaan syahwat anda semasa di dunia, maka amalan anda ini akan menjadi tabir pelindung bagi diri anda dari sengatan siksa api neraka di akhirat.” (Fathul Bari oleh Ibnu hajar Al Asqalaani 4/104)

Dikutip dari pengusahamuslim.com

Continue reading Tausiyah Ramadhan

Rabu, 11 September 2019

Pondok Pesantren melaksanakan Shalat Ghaib Untuk BJ Habibie



PBNU Intruksikan Pondok Pesantren Gelar 

Shalat Ghaib Untuk BJ Habibie



BJ Habibie (Foto Istimewa)











PBNU Intruksikan Pondok Pesantren Gelar Shalat Ghaib Untuk BJ Habibie. (Foto Istimewa)
NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengintruksikan seluruh jajaran pengurus hingga pondok pesantren untuk menggelar shalat ghaib mendoakan almarhum BJ Habibie.
“PBNU dengan ini mengintruksikan kepada seluruh penguruh wilayah, cabang, badan otonom Nahdlatul Ulama dan pondok pesantren di semua tingkatan untuk menyelenggarakan Shalat Ghaib, pembacaan yasin dan tahlil untuk almarhum,” ungkap siaran pers resmi PBNU dikutip, Rabu, 11 September 2019.
Selain mengintruksikan shalat ghaib dan bacan yasin serta tahlil, BPNU juga menyampaikan duka cita yang sedalam dalamnya berkenaan dengan wafatnya presiden RI ke-3.
Sebagai informasi, BJ Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto pada Rabu jelang Magrib, sekitar pukul 18.05. Ia meninggal dunia di usia 83 tahun.
Sementara itu, pemerintah menetapkan hari berkabung selama 3 hari untuk mengenang berpulangnya bapak bangsa tersebut. Pemerintah juga mengajak masyarakat mengibarkan bendera merah putih setengah tiang.“Kami imbau masyarakat, kantor, kantor pemerintah dan lembaga negara baik di dalam maupun luar negeri untuk mengibarkan bendera setengah tiang,” kata Pratikno, Rabu

Continue reading Pondok Pesantren melaksanakan Shalat Ghaib Untuk BJ Habibie

Minggu, 08 September 2019

Dua Santri Assa’adah Juara II Dan III MQK Yang Diadakan MUI Kota Depok

Dua Santri Assa’adah Juara I Dan II MQK Yang Diadakan MUI Kota Depok


Festival tahunan yang diadakan oleh MUI kota Depok, Sabtu, 7 September 2019 lalu menggelar tiga jenis mata lomba yang diantaranya adalah MQK (Musabaqah Qiraatil Kutub). MQK, berdasarkan data dari panitia, diikuti oleh 70 lebih peserta dari beberapa pesantren di seluruh Depok. Dari 70 lebih pesereta itu, ditetapkan 4 orang sebagai finalis. Alhamdulillah dua diantaranya diraih oleh dua santri Assa’adah. Kedua nya adalah Husna Sakinah sebagai juara 2 dengan total nilai 390 dan Ahmad Hazami sebagai juara 3 dengan total nilai 380. Keduanya adalah santri kelas XI Madrasah Aliyah.

Pertarungan memberebutkan juara dalam final, yang disaksikan oleh seluruh peserta lomba lainnya, berlangsung ketat. Pertanyaan-pertanyaan Dewan juri yang terlihat “sadis” dijawab dengan santai dan bersahutan. Apalagi kedua finalis lainnya yang keluar sebagai juara 1 dan juara harapan satu, juga bukan lawan yang mudah karena masing-masing finalis adalah peserta gemblengan dibidang kitab yang menjadi perwakilan dari masing-masing pesantren.

Poin penilaian yang menjadi ukuran dewan Juri adalah Nahwu, Shorof serta penguasaan makna tekstual dan kontekstual. Dalam penilaian ini peserta dituntut  untuk mengerti tarkib-tarkib bacaan beserta dalil-dalilnya, menguasai penguasaan lafadz dari segi sighat, bina dan tashrifnya serta memahami makna dan pengembangan teks serta kontekstualisasinya di zaman kekinian. Banyak pertanyaan-pertanyaan Dewan juri yang bersifat menjebak bisa dijawab dengan mudah. Materi yang menjadi bahan maqro (materi MQK) adalah kitab Syarh Fathal Qorib karya Syaikh Ibn Qasim Al Ghazi dari bab Thaharah sampai bab Zakat.

Ustadz Triyono, selaku Kepala Sekolah merasa bangga sekali dengan hasil yang diraih anak-anak didiknya, “Semua Guru sangat bangga kepada mereka, Harapan kami, semoga prestasi ini terus ditingkatkan dan menjadi motivasi untuk yang lain juga”.
Continue reading Dua Santri Assa’adah Juara II Dan III MQK Yang Diadakan MUI Kota Depok

Minggu, 01 September 2019

MTs.Wahid Hasyim JUARA I Jamran II Cipayung

GUDEP 07.075 MTs.Wahid Hasyim  
meraih JUARA I PUTERA Tingkat SMP/MTs 
Jambore Ranting II Cipayung





Kwaran Kecamatan Cipayung mengadakan Jambore Ranting (Jamran) ke-II Tahun 2019. Kegiatan yang diadakan di Buper Alam Segar Curug, Kecamatan Bojongsari tersebut, selain dihadiri 442 orang tersebut, juga turut hadir Wakil Walikota Depok Pradi Supriatna, Camat Cipayung Asep Rahmat, Danramil Pancoranmas dan Cipayung Kapten Inf. Kholidi, perwakilan dari Kwarcab Kota Depok, perwakilan dari Dinas Pendidikan Kota Depok, dan tamu undangan lainnya.

Ketua Kwaran Kecamatan Cipayung, Uni Surati mengatakan, kegiatan ini diikuti oleh 23 pangkalan yang berada di Kwaran Kecamatan Cipayung. Dimana, rincian pesertanya adalah penggalang putra ada 176 anggota, dan yang putri ada 160 anggota.

Uni menuturkan, dalam kegiatan yang diadakan dua hari tersebut, yakni 30-31 Agustus 2019 diisi dengan berbagai macam kegiatan yang melatih kekompakan anggota yang berada dalam satu panggalan. Dimana, itu merupakbagian dari pembelajaran Dasa Darma dan Tri Satya Pramuka.


Sementara itu, Wakil Walikota Depok, Pradi Supriatna berharap, dengan adanya kegiatan jambore anggota pramuka di Kwaran Kecamatan Cipayung bisa terus berkarya dan berkarakter. Karena pramuka itu mendidik seseorang untuk menjadi anak yang mendiri, bertanggungjawab, dan berkarya. Semua itu tentunya akan berguna untuk masa depan mereka.

Alhamdulillah GUDEP 07.075 MTs.Wahid Hasyim  dibawah pembina pendamping Kak Ahmad Hidayat yang berpangkalan di PONDOK PESANTREN ASSAADAH Bojong Pondok Terong meraih JUARA I PUTERA Tingkat SMP/MTs Jambore Ranting II Cipayung ( Tri)
Continue reading MTs.Wahid Hasyim JUARA I Jamran II Cipayung

Senin, 19 Agustus 2019

KH. Hasyim As'ari

KH Hasyim Asy’ari Penentu Tanggal Kemerdekaan RI

KH Hasyim Asy’ari Penentu Tanggal Kemerdekaan RI?
Hadhratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy'ari.
Pertaruhan jiwa dan raga bangsa Indonesia selama selama menghadapi penjajah puncaknya terjadi ketika kemerdekaan rakyat Indoensia akan diproklamasikan. Mereka melalui sejumlah penjajahan, baik oleh Belanda, Jepang, dan tentara sekutu yang dibonceng NICA (Belanda) untuk kembali melakukan agresi militer.

Kesempatan kembali menduduki Indonesia dilakukan Belanda ketika sekutu berhasil mengalahkan Jepang pada 1945. Jepang sendiri pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1942. Saat Nippon mengaku sebagai saudara tua sehingga sebagian masyarakat Indonesia terkecoh. Namun, makin hari Jepang justru menampakkan belangnya sebagai negara yang juga ingin menjajah Indonesia.

Keberhasilan sekutu mengalahkan Jepang memiliki konsekuensi bahwa negeri jajahan Jepang kembali ke pelukan sekutu, termasuk Indonesia. Namun, para tokoh pergerakan nasional, para pemuda, dan ulama tergerak untuk segera memproklamasikan kemerdekaan karena terjadi kekosongan kekuasaan administrasi. Para pemuda berperan aktif menggerakkan dan mendorong Soekarno dan Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan.

Walau Soekarno sempat merasa bimbang memikirkan perjanjian Jepang dan seukut itu, tetapi pada akhirnya sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan. Sesuai tradisinya setiap hendak melaksanakan hal-hal penting, Soekarno meminta nasihat ulama. Ia meminta nasihat sekaligus restu pendiri NU KH Hasyim Asy’ari terkait waktu dan tanggal kemerdekaan yang tepat.

Meminta nasihat terjadi ketika Bung Karno, dan kawan-kawan hendak memproklamasikan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia. Beberapa hari sebelum proklamasi kemerdekaan, Bung Karno sowan Kiai Hasyim Asy’ari.

Kiai Hasyim Asy’ari memberi masukan, hendaknya proklamasi dilakukan hari Jumat pada Ramadhan. Jumat itu Sayyidul Ayyam (penghulunya hari), sedangkan Ramadhan itu Sayyidus Syuhrur(penghulunya bulan). Hari itu tepat 9 Ramadhan 1364 H, bertepatan dengan 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.

Hal itu sesuai dengan catatan Aguk Irawan MN dalam Sang Penakluk Badai: Biografi KH Hasyim Asy’ari (2012) yang menyatakan bahwa awal Ramadhan, bertepatan dengan tanggal 8 Agustus, utusan Bung Karno datang menemui KH Hasyim Asy’ari untuk menanyakan hasil istikharah para kiai, sebaiknya tanggal dan hari apa memproklamirkan kemerdekaan? Dipilihlah hari Jumat (sayyidul ayyam) tanggal 9 Ramadhan (sayyidus syuhur) 1364 H tepat 17 Agustus 1945, dan lihatlah apa yang dilakukan Bung Karno dan ribuan orang di lapangan saat itu, dalam keadaan puasa semua berdoa dengan menengadahkan tangan ke langit untuk keberkahan negeri ini. Tak lama dari itu, sahabat Mbah Hasyim semasa belajar di Mekkah (Hijaz) yang memang selama itu sering surat-menyurat, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini, mufti besar Palestina untuk pertama kali memberikan dukungan pada proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Keterangan tersebut menunjukkan bahwa pemilihan hari kemerdekaan Indonesia dikonsultasikan terlebih dahulu kepada KH Hasyim Asy’ari. Lalu Kiai Hasyim mengumpulkan para ulama secara bersama-sama untuk melakukan munajat kemudian istikharah agar Allah memberi petunjuk hari yang tepat.

Maka setelah para ulama memusyawarahkan hasil istikharahnya, dipilihlah tanggal 9 Ramadhan 1364 H yang secara kebetulan itu pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945. Angka Sembilan adalah simbol numerik tertinggi, hari Jumat adalah penghulu atau raja-nya hari dalam sepekan dan Ramadhan adalah rajanya bulan dalam setahun.

Adapun naskah proklamasi disusun dinihari jelang 17 Agustus 1945, di rumah Laksamana Tadashi Maeda (kini Jalan Imam Bonjol Nomor 1). Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Beberapa orang Jepang, selain Maeda, juga ada di sana.

Di antara peristiwa besar tersebut, sebelumnya para tokoh pergerakan nasional dan juga para ulama jauh-jauh hari telah mempersiapkan dasar negara yang akan menjadi pijakan Indonesia merancang Undang-Undang. Seperti dasar negara Pancasila yang pertama kali dimunculkan pada 1 Juni 1945.

Hal itu menunjukkan rekam jejak perjuangan panjang bangsa Indonesia yang terus berupaya meraih kemerdekaan setelah pertarungan fisik dan senjata yang kerap kali terjadi. Para tokoh pergerakan nasional, termasuk para ulama pesantren berjuang mempersiapkan diri untuk menjadi sebuah negara dengan merancang dasar negara. Di sini KH Wahid Hasyim berperan besar.

Fakta ini membantah klaim Belanda yang mengatakan bahwa proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 adalah bentukan Jepang. Padahal sudah diperjuangkan dan telah dipersiapkan secara matang oleh para tokoh bangsa. Perlu diketahui bahwa hingga saat ini, Belanda hanya mengakui penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949.

Peran NU dalam mempersiapkan berdirinya negara bangsa bahkan dilakukan lima tahun sebelum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dengan resmi menunjuk Soekarno dan Mohammad Hatta untuk memegang tampuk kepemimpinan nasional dalam Muktamar ke-15 NU pada 15-21 Juni 1940 di Surabaya, Jawa Timur.

Selain sejumlah problem bangsa, dalam Muktamar ini, NU membahas sekaligus memutuskan perihal kepemimpinan nasional. Keputusan ini berangkat dari keyakinan NU bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia akan segera tercapai. (Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010)

Hal itu ditindaklanjuti dengan menggelar rapat tertutup guna membicarakan siapa calon yang pantas untuk menjadi presiden pertana Indonesia. Rapat rahasia ini hanya diperuntukkan bagi 11 orang tokoh NU yang saat itu dipimpin oleh KH Mahfudz Shiddiq dengan mengetengahkan dua nama yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta. Rapat berkahir dengan kesepakatan Soekarno calon presiden pertama, sedangkan Mohammad Hatta yang ketika itu hanya mendapat dukungan satu suara, sebagai wakil presiden.

Pembahasan calon presiden pertama dalam Muktamar ke-15 NU tersebut menunjukkan kematangan NU dalam mengkaji masalah-masalah sosial-politik kala itu. Bahkan, ketika peneguhan negara pasca-Proklamasi Kemerdekaan kembali mendapat gangguan penjajahan maupun pemberontakan, NU tegas mempertahankan konsep kepemimpinan nasional berbasis negara bangsa. (Fathoni)

Continue reading KH. Hasyim As'ari

Jumat, 16 Agustus 2019

Peringatan HUT RI ke 74





Upacara peringatan hari ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke 74 di Pondok Pesantren Assa'adah dilaksanakan seluruh para santri dan para dewan guru.

Bertindak selaku Pembina Upacara yaitu Pengasuh Pondok Pesantren Assa'adah : KH. Muhammad Abdul Mujib , dalam amanatnya Pembina Upacara menyampaikan bahwa  negara kita didirikan oleh ulama dengan mempertaruhkan jiwa dan raga sehingga banyak para syuhada yang wafat pada saat memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, 

Oleh karena itu Santri wajib mengisi kemerdekaan dengan PRESTASI, Santri sebagai warga negara tidak boleh ikut ikutan dalam organisasi yang sengaja merongrong kedaulatan Republik Indonesia dengan dalih menjadikan negara Indonesia yang ber syariat ataupun Indonesia yang ber Khilafah. HTI adalah organisasi terlarang sebagaimana Partai Komunis yang telah terbukti akan merubah dasar negara.

Slogan kita bahwa NKRI adalah Harga Mati dengan azas Pancasila disusun oleh para ulama yang menjadi kesepakatan para ulama yang melindungi seluruh komponen bangsa dari suku bangsa maupun agama yang dianut.
Kita harus bersatu padu mempertahankan NKRI dan mengisi kemerdekaan dengan membangun bangsa ini di seluruh bidang, memperbaiki akhlak kita dengan menambah ilmu kita. 

DIRGAHAYU KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA KE 74
Continue reading Peringatan HUT RI ke 74

Jumat, 09 Agustus 2019

Kisah Nadzom Alfiah Ibnu Malik


Kisah di Balik 1002 Nazam Alfiyah Ibnu Malik

Hasil gambar untuk kitab alfiah ibnu malik
20589
BincangSyariah.Com – Dalam khazanah intelektual pesantren di Nusantara, terdapat satu kitab monumental yang sering dikaji dan dihapalkan, maha karya Syekh Muhammad bin Abdullah bin Malik Alandalusy. Khalayak umum lebih mengenal beliau dengan sebutan nama Imam Ibnu Malik. Beliau berasal dari sebuah daerah yang ditaklukkan oleh pasukan kaum muslimin di bawah pimpinan panglima besar Thariq bin Ziyad.
Daerah ini pula yang menjadi pelarian terakhir bagi saqor Quraisy (rajawali dari kabilah Quraisy) yang lari dari kejaran orang – orang Bani Abbasiyah yang telah berhasil menundukkan kekuasaan Daulah Bani Umayyah. Daerah tersebut adalah Andalusia yang sekarang lebih dikenal dengan negara Spanyol. Dan adi karya yang berhasil beliau (imam Ibnu Malik) torehkan inilah yang kemudian dikenal oleh masyarakat dunia dengan nama “Alfiyah Ibnu Malik” yang membahas tentang kaidah-kaidah ilmu Nahwu (sintaksis) dan Sharaf (morfologi).
Pada awal nazam bab mukadimah (pendahuluan), beliau menggunakan lafal dari fiil madhi, yaitu fiil (kata kerja) yang di dalam pelaksanaannya terkandung zaman madhi (masa yang sudah lewat/terjadi). Ini adalah hal yang tidak lazim, di mana musanif-musanif (para pengarang) kitab lain dalam mengawali penyusunan kitabnya, mereka lebih sering dan cenderung menggunakan lafal dari fiil mudhari’ yang di dalamnya terkandung zaman hal (masa yang sedang terjadi/dilakukan) atau zaman istiqbal (masa yang akan dilakukan).
Lalu apa maksud beliau (Imam Ibnu Malik) mengawali nazam bait Alfiyyah dengan fiil madhi
(قال محمد هو ابن مالك#……
Muhammad yakni putra Malik telah berkata
Inilah keunikan dari beribu keunikan atau mungkin malah jutaan keunikan yang ada pada maha karya Alfiyah Ibnu Malik. Pada halaman pertama, kita langsung disuguhi pemandangan yang berbeda dari kitab yang lain, yang mungkin bagi sebagian dari kita akan dibuatnya berpikir dan mengangan-angannya. Ini menunjukkan dan bisa menjadi tolak ukur dari betapa tingginya kadar intelektualitas dan kecerdasan beliau, di mana pada saat beliau menyusun dan menulis kitab Alfiyah Ibnu Malik, 1000 nazam (bait) yang menjadi isinya telah beliau simpan dalam memori otak beliau. Sehingga beliau tinggal menulis dan menyusun saja sesuai apa yang telah terekam dalam memorinya. Hal yang sangat langka dilakukan oleh musanif lain dalam menyusun sebuah karya.
Satu hal menarik lainnya terjadi pada awal penyusunan kitab Alfiyah Ibn Malik. Yakni tentang mengapa dalam Alfiyah Ibnu Malik terdapat 1002 nazam, padahal seharusnya hanya 1000 bait saja sesuai dengan namanya Alfiyah yang berarti seribu. Setelah beliau (Imam Ibnu Malik) menyimpan semua isi kitab Alfiyah Ibnu Malik di dalam memori otak beliau, beliau pun mencoba mewujudkannya dalam bentuk susunan sebuah kitab. Beliau tulis setiap huruf, kalimat, dan akhirnya tersusun menjadi sebuah nazam yang utuh. Begitu terus berjalan. Namun suatu kejadian aneh terjadi. Pada saat beliau sampai pada nazam baris kelima
فائقة ألفية ابن معطي #……………………………..
………………………….#……….…………………….
Kitab Alfiyyah ini lebih mengungguli kitab Alfiyah Ibnu Mu’thi.”
Tiba-tiba semua hafalan dan memori dalam otak, semua rancangan 1000 nazam itu pun sirna, hilang dan beliau tidak mengingat satu huruf pun. Kebingungan mendera dan mengusik hati beliau. Berhari-hari lamanya penulisan kitab ini terhenti. Hingga suatu saat beliau berziarah ke makam Imam Ibnu Mu’thi. Imam Ibnu Mu’thi ini merupakan guru dari Imam Ibnu Malik. Beliau juga memiliki kitab susunan yang berisi 1000 nazam, yaitu lebih dikenal dengan Alfiyyah Ibnu Mu’thi. Sebagai penghilang kesedihannya, beliau (Imam Ibnu Malik) membaca tahlil, tahmid, dan takbir di makam guru beliau tersebut. Tanpa sadar beliau tertidur disana.
Di dalam tidurnya beliau bermimpi bertemu dengan Imam Ibnu Mu’thi yang menegurnya bahwa apa yang Imam Ibnu Malik lakukan pada saat menyusun kitab Alfiyyah ini, terdapat suatu kesalahan. Imam Ibnu Mu’thi berkata “Wahai muridku apakah kamu lupa siapakah aku ini? Beliau pun terbangun dari keterjagaannya dan masih dalam kebingungan serta terkejut, beliau teringat akan sebuah nazam terakhir yang beliau tulis. “Ya di situlah akar permasalahanya,” pikir beliau.

Di dalam nazam terakhir yang beliau tulis, beliau menyebutkan bahwa kitab Alfiyyah yang beliau susun adalah lebih mengungguli dari kitab Alfiyah yang disusun terlebih dahulu oleh guru beliau yakni Imam Ibnu Mu’thi. Hal ini sangat bertentangan dengan akhlakul karimah, tata krama yang seharusnya dilakukan oleh seorang murid kepada gurunya.
Selanjutnya untuk menenbus kesalahan dan sebagai rasa permintaan maaf dan ampunan dari Allah Swt serta guru beliau tersebut, maka beliau pun menyusun dua nazam di bawah ini:
وهو بسبق حائز تفضيلا # مستوجب ثنائي الجميلا
Meskipun demikian, beliau (Imam Ibnu Mu’thi) tetap memiliki kelebihan dan pantas dipuji. Sebab dalam mengarang kitab Alfiyyah, beliau lebih dahulu dari pada saya (Imam Ibnu Malik)
والله يقضي بهبات وافرة# لي وله في درجات الأخرة
Semoga Allah melipatgandakan pahala yang Allah berikan kepadaku dan kepada beliau guruku (Imam Ibnu Mu’thi) kelak di akhirat nanti.
Setelah beliau menyusun dua nazam di atas yang menjadi ungkapan hati beliau, maka dengan izin Allah semua susunan 1000 nazam yang semula hilang dari ingatan memori beliau seketika itu pula kembali lagi dan Imam Ibnu Malik dapat meneruskan penyusunan kitab Alfiyyahnya.
Dari uraian cerita di atas, dapat diketahui yang semula nazam Alfiyyah Ibnu Malik berjumlah 1000 nazam, bertambah dua nazam pada bab Muqaddimah sehingga menjadi 1002 nazam. Wa Allahu A’lam bis Shawab.
(Diolah dari buku Lantunan Bait Sentuhan RuhMenyingkap Kearifan Imam Ibnu Malik dalam deretan Bait Berisikan Kalam Hikmah, Falsafah Hidup, Nasihat dan Kalam Tasawwuf karya M. Khalilur Rahman.)
Continue reading Kisah Nadzom Alfiah Ibnu Malik